suasana pelabuhan Siwa |
Langsung kumelihat keluar jendela, belum nampak daratan, dan kulihat
jam tangan sekarang menunjukkan pukul 14:10. Aku tidur kurang lebih sejam
lamanya, sudah cukuplah untuk melanjutkan perjalanan. Kuambil laptop dan
membuka beberapa file pdf membaca
beberapa artikel seputar beton.
Akhir-akhir ini saya senang membuka buku-buku yang berbicara tentang
campuran antara semen dan agregat itu, perhitungan hingga pada aturan-aturannya.
Dari dulu saya cenderung menyukai mata kuliah beton sewaktu masih kuliah,
mungkin karena kesukaan saya dengan perhitungan dan menganalisa sesuatu.
Kebiasaan yang membuat saya semakin cinta dengan beton karena kerumitan
pembentukannya, penggunaannya dan perawatannya.
Semuanya berkesinambungan dan saling terkait dari awal hingga akhir
dan seterusnya selama beton itu difungsikan. Berbicara tentang beton, masa-masa
sekarang orang mulai cenderung memilih dengan bahan buatan yang satu itu,
sebagai komponen berbagai konstruksi, seperti bangunan gedung, dan jembatan
maupun lainnya. Buku di tangan saya saat ini adalah buku Struktur Beton Bertulang oleh: Istimawan
Dipohusodo, buku yang selalu ada dalam tas saya setelah Qitabullah, Alqur’an. Buku karangan Istimawan tersebut sebenarnya masih baru
saya dapatkan setelah sekian lama hunting
kesana kemari, menghubungi semua teman yang punya hingga browsing ke internet,
pun tak dapat jua sampai akhirnya berhasil kudapatkan dari seorang adik junior
sewaktu masih kuliah. Meski hanya dalam bentuk Copy-an saja, saya sangat senang saya dikirimkan kira-kira pertengahan
bulan lalu (oktober), buku berhalaman 527 itu memang sudah sangat langka, di
toko-toko buku di Makassar sudah tidak
ada lagi, apalagi di Gramedia se Indonesia. Beruntung saya dikirimkan oleh
junior saya yang ada di Makassar yang katanya itupun ia dapatkan dari dosen
saya sewaktu kuliah, jadi copy-an di copy lagi. Yah, tak apalah, yang penting
masih bisa terbaca, saya sangat senang sudah memilikinya dan bersyukur saya di
pertemukan dengan orang yang bersedia mencopy dan mengirimkannya ke alamat
saya. Padahal orang yang saya maksudkan itu belum pernah saya temui sebelumnya,
hanya berkenalan lewat jejaring sosial facebook
yang ternyata masih junior saya sewaktu masih kuliah, “terimaksih banyak”
kataku.
Dua belas halaman sudah saya baca, saya melihat ke jendela, daratan
sudah tampak. Pelabuhan Siwa sudah jelas kelihatan dari jauh, saya pun
bersiap-siap dan teknologi tipis
bertombol banyak ini pun saya matikan.
Beberapa menit kemudian kami pun sampai di tanah bugis ini, jam
menunjukkan pukul. 15:13. Antrian panjangpun dalam kapal tak terhindarkan
layaknya antrian sembako mulai dari dek bawah, dek 3 hingga paling atas
semuanya berdesakan mengingat pintu keluar hanya satu yakni di kelas economi paling atas dan paling belakang.
Setelah sekitar 10 menit berdiri akhirnya giliran saya dan kemenakan saya
berhasil keluar dari benda terapung itu.
Tidak jauh beda dengan terminal, para supir angkutan umum berebut
penumpang, masing-masing menawarkan jasa pelayanan terbaik mereka ke berbagai
penjuru lokasi di tanah bugis itu. Jika anda hendak mengikuti jejak saya maka
anda akan menyaksikan sekumpulan manusia yang berdesakan, betapa tidak, kami
yang baru saja tiba harus dihadang lagi dengan penumpang yang lain hendak naik
juga ke kapal yang barusan kami tumpangi menuju ke Kolaka. Dalam artian hanya
ada satu kapal fiber yang mengangkut penumpang pergi-pulang dalam sehari. Entah
mengapa, padahal dahulu masih ada dua kapal fiber yang melayani angkutan
penumpang, bahkan pernah sampai tiga kapal yang beroperasi dalam sehari.
“kemana pak? Kami bisa antar bapak sampai depan rumah bapak?” tawaran
seorang supir berbaju kaos oblong berwarna hitam bertulis Rip Curl. “Dekatji pak, sebelum kota Tanru Tedong” jawabku sambil
lalu, karena desakan penumpang. Terasa sulit bernafas berada diantara
kemrumunan itu, belum lagi para pengangkut barang yang menawarkan jasanya.
Barulah teras lega setelah berjalan kaki sekitar 200 meter dari tempat
bersandarnya kapal itu. Yah, salah satu kekurangan tingkat pelayanan pemerintah
terutama dinas perhubungan terhadap kenyamanan konsumen/penumpang, kataku dalam
hati.
Tidak lama akhirnya kami tiba di terminal pelabuhan, disana banyak
mobil penumpang dan supir yang menawarkan, akhirnya saya menaiki kendaraan roda
empat bermerk Kijang berwarna silver.
Tak lama menunggu, sekitar 15 menit, bapak berkumis itu akhirnya tancap gas dan
kami pun berangkat. Saya duduk di kursi paling belakang berempat dengan seorang
bapak dengan anak kecilnya, sedang di tengah duduk bertiga dan paling depan di
samping supir duduk satu orang.
“sesak lagi, kenapa ya di tengah tidak diisi full sedangkan kami
berdesakan, paling belakang lagi” ujarku dalam hati. Yah, sabar...
Berjalan sekitar 15 menit, bapak berkumis itu (supir) singgah lagi mengambil
seorang penumpang. Seorang ibu-ibu tujuan Anabanua (tetangga kampung saya)
dipersilahkn duduk di kursi tengah. Tidak jauh dari situ, bapak berkumis itu
singgah lagi, kali ini ada dua orang laki-laki. “disimpan dimana lagi ini?”
tanyaku dalam hati sambil geleng-geleng kepala. Ternyata duduk di kursi bagian
paling depan dekat supir, jadi ada tiga orang disana, dan yang satunya duduk
pas di samping saya. So, kesimpulannya kami di belakang ada 5 orang, subhanallah.
Kebiasaan sebagian supir yang lebih mementingkan uang daripada
keselamatan dan kenyamanan penumpang.
Di sepanjang perjalanan saya asik berbincang dengan dua bapak yang ada
di samping kanan dan kiri saya. Seakan perbincangan pakar politik di tv, topik
pertama yang kami bahas adalah masalah Pilkada Kabupaten Wajo, sampai Pilkada
tingkat Provinsi. Namun yang paling mendekati saat ini adalah pemilihan orang
nomor satu di Sulawesi Selatan ini yang akan dilaksanakan bulan januari 2013
mendatang. Sudah ada dua calon yang akan memperubutkan kursi nomor satu itu,
yakni pasangan Syahrul Yasin Limpo-Arifin Nu’man akan bersaing dengan pasangan
Ilham Arif Sirajuddin-Aziz Kahar.
Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat ini masih menjabat sebagai gubernur
SUL-SEL, sedangkan Ilham Arif Sirajuddin (IAS) menjabat sebagai walikota
Makassar sampai periode 2014. Bapak yang di sebelah kanan saya memprediksi
pasangan SYL bakal terpilih kembali menjadi gubernur sedangkan bapak yang di
sebelah kiri saya memprediksi IAS bakal terpilih dengan selisih suara tidak
akan jauh dari SYL. Sedangkan saya?? Cuma cengar-cengir kurang tau peta politik
di sini, tapi sepertinya saya sepakat dengan bapak yang di sebelah kanan saya.
Hehehe....
Tak lama, kami sudah menempuh kurang lebih hampir separuh perjalanan
menuju kampung saya tercinta. Tanpa henti kali ini kami membahas topik yang
lain, yakni masalah jalan. Bapak yang di sebelah kiri saya tampaknya sudah
nyerah, kelihatannya bapak itu sudah ngantuk. Sambil memangku anak kecilnya
yang kira-kira berumur 4 tahun, bapak itu menyandarkan badannya ke belakang dan
sayapun mengerti dan maju dalam keadaan badan tegap, resiko bersempit-sempit. Tapi
setidaknya saya bisa mengenal bapak itu dan “mencuri” beberapa ilmu ataupun
pendapat-pendapat yang bisa saya jadikan pengalaman dari pengalaman dari cerita
orang lain. Bapak itu adalah tukang kayu, sudah lama bapak itu bergelut dengan
pembangunan rumah panggung dari kayu. Nampak bapak itu sudah sangat
berpengalaman tentang masalah kayu, betapa tidak ketika kami melewati sebuah
rumah yang sedang dibangun yang belum berinding, bapak itu bisa menaksir jenis
kayu yang digunakan berdasarkan warna kayu dan sifat fisis kayu itu setelah
kering nantinya, begitupula ketahanan kayu. Hebat juga bapak itu,...
Seakan mendengar dongeng dari kami berdua bapak itu dan anaknya
tertidur, tampaknya mereka sangat kelelahan. Tinggal saya dengan bapak yang di
sebelah kiri saya yang mempersoalkan kualitas jalanan yang selalu rusak dan
diperbaiki yang hanya berselang kurang dari setahun. Bapak yang disamping saya
sangat bersemangat membahas topik yang satu ini. Memang sepanjang jalanan kami
melalui jalanan yang secara keseluruhan sekitar 40 persen mengalami kerusakan
ringan dan berat. Akses jalan adalah komponen vital yang sangat dibutuhkan
masyarakat terutama menjadi penghubung antar daerah, hal yang sangat dikeluhkan
bapak itu. Terutama dengan keselamatan, karena tingkat kematian terbanyak
adalah di jalanan, kata bapak itu.
Dari jalanan merambah ke dunia pertanian, kali ini membahas tentang
perbandingan antara bersawah dengan berkebun. Benar-benar kami ini seperti
pakar di salah satu tv swasta. Heheh.... Sekitar 15 menit membahas itu akhirnya
kampung saya sudah dekat, kami sudah melewati pertamina di kampung saya, yang
berarti sekitar 1,5 kilometer lagi sampai di rumah. Masih seperti yang dulu,
kampung saya tak banyak berubah, hanya sedikit pelebaran jalan sehingga
penebangan pohon di sepanjang jalan nampak jelas dan terang, selebihnya
bangunan dan yang lain tak ada perubahan. Sawah kanan kiri masih tetap bertahan
menyambut kami ketika memasuki areal dataran rendah hingga di sepanjang jalan
menuju kabupaten Sidrap yang terkenal dengan Kota Berasnya hingga menuju kota
Pare-Pare. Kebetulan desa saya masuk wilayah kabupaten Wajo yang berbatasan
dengan kabupaten Sidrap yang memang pendapatan utamanya adalah
bertani/bersawah. “Kiri pak supir” teriak kemenakan saya menyetop laju
kendaraan kijang itu, sekitar 45 menit perjalanan, akhirnya kami sampai pas di
depan rumah. Saya pun turun dan berpamitan dengan kedua bapak itu, yang menjadi
teman becakap-cakap saya sepanjang perjalanan, kebetulan bapak yang satu itu
sudah bangun juga. Pak supir pun turun dan menurunkan dua tas kami dari bagasi,
sambil membuka isi dompet, uang berwarna biru satu lembar saya berikan ke bapak
berkumis itu, “terimaksih pak” kataku. Dan akhirnya mereka melanjutkan
perjalanannya menuju kota Pinrang.
Saya disambut hangat oleh kakak laki-laki saya, kami bersalaman dan
berpelukan. Tampaknya daritadi ia menanti kedatangan kami di balai-balai di
bawah rumah, kebetulan rumah kami di sini adalah rumah panggung. Saya pun meminta
maaf karena tidak sempat pulang sewaktu lebaran idul fitri dan lebaran idul
adha kemarin. Kami berbincang-bincang sejenak sesaat saya hendak ganti pakaian
dan mandi, karena jam sudah menunjukkan pukul 17:30.
Setelah mandi saya istirahat dan kemudian makan, kebetulan kakak ipar
saya sudah menyediakan makanan yang lezat... ada ayam goreng kesukaan saya dan
beberapa potongan tempe dan sayur bening... wuiiih, kebetulan lapar sangat....
nyam..nyam... maknyusss... hehehe...
Akhirnya magrib pun tiba...
insyaAllah disambung lagi lain kali, lagi mau tidur di malam pertama
di kampung... J
(Kampung, Rabu 7-11-2012 | 23:35 malam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar