"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi bodoh”
[QS. Al-Ahzab 72 ]

Pulkam... (Part 2)

Selamat Datang.


suasana pelabuhan Siwa
“menyendiri lagi, menyendiri lagi...” Aku terbangun dengan lagu itu, lagu yang dibawakan grup band DadaLi. Lagu yang diputar kencang-kencang lewat tv yang jauh di depan saya membuatku kaget dan terbangun. Selain dilengkapi alat pelampung, kapal ini ternyata juga dilengkapi dua tv 32 inch terpampang di bagian depan dekat pintu masuk.
Langsung kumelihat keluar jendela, belum nampak daratan, dan kulihat jam tangan sekarang menunjukkan pukul 14:10. Aku tidur kurang lebih sejam lamanya, sudah cukuplah untuk melanjutkan perjalanan. Kuambil laptop dan membuka beberapa file pdf membaca beberapa artikel seputar beton.


Akhir-akhir ini saya senang membuka buku-buku yang berbicara tentang campuran antara semen dan agregat itu, perhitungan hingga pada aturan-aturannya. Dari dulu saya cenderung menyukai mata kuliah beton sewaktu masih kuliah, mungkin karena kesukaan saya dengan perhitungan dan menganalisa sesuatu. Kebiasaan yang membuat saya semakin cinta dengan beton karena kerumitan pembentukannya, penggunaannya dan perawatannya.
Semuanya berkesinambungan dan saling terkait dari awal hingga akhir dan seterusnya selama beton itu difungsikan. Berbicara tentang beton, masa-masa sekarang orang mulai cenderung memilih dengan bahan buatan yang satu itu, sebagai komponen berbagai konstruksi, seperti bangunan gedung, dan jembatan maupun lainnya. Buku di tangan saya saat ini adalah buku Struktur Beton Bertulang oleh: Istimawan Dipohusodo, buku yang selalu ada dalam tas saya setelah ­Qitabullah, Alqur’an. Buku karangan Istimawan tersebut sebenarnya masih baru saya dapatkan setelah sekian lama hunting kesana kemari, menghubungi semua teman yang punya hingga browsing ke internet, pun tak dapat jua sampai akhirnya berhasil kudapatkan dari seorang adik junior sewaktu masih kuliah. Meski hanya dalam bentuk Copy-an saja, saya sangat senang saya dikirimkan kira-kira pertengahan bulan lalu (oktober), buku berhalaman 527 itu memang sudah sangat langka, di toko-toko buku di Makassar  sudah tidak ada lagi, apalagi di Gramedia se Indonesia. Beruntung saya dikirimkan oleh junior saya yang ada di Makassar yang katanya itupun ia dapatkan dari dosen saya sewaktu kuliah, jadi copy-an di copy lagi. Yah, tak apalah, yang penting masih bisa terbaca, saya sangat senang sudah memilikinya dan bersyukur saya di pertemukan dengan orang yang bersedia mencopy dan mengirimkannya ke alamat saya. Padahal orang yang saya maksudkan itu belum pernah saya temui sebelumnya, hanya berkenalan lewat jejaring sosial facebook yang ternyata masih junior saya sewaktu masih kuliah, “terimaksih banyak” kataku.

Dua belas halaman sudah saya baca, saya melihat ke jendela, daratan sudah tampak. Pelabuhan Siwa sudah jelas kelihatan dari jauh, saya pun bersiap-siap dan teknologi tipis bertombol banyak ini pun saya matikan.

Beberapa menit kemudian kami pun sampai di tanah bugis ini, jam menunjukkan pukul. 15:13. Antrian panjangpun dalam kapal tak terhindarkan layaknya antrian sembako mulai dari dek bawah, dek 3 hingga paling atas semuanya berdesakan mengingat pintu keluar hanya satu yakni di kelas economi paling atas dan paling belakang. Setelah sekitar 10 menit berdiri akhirnya giliran saya dan kemenakan saya berhasil keluar dari benda terapung itu.

Tidak jauh beda dengan terminal, para supir angkutan umum berebut penumpang, masing-masing menawarkan jasa pelayanan terbaik mereka ke berbagai penjuru lokasi di tanah bugis itu. Jika anda hendak mengikuti jejak saya maka anda akan menyaksikan sekumpulan manusia yang berdesakan, betapa tidak, kami yang baru saja tiba harus dihadang lagi dengan penumpang yang lain hendak naik juga ke kapal yang barusan kami tumpangi menuju ke Kolaka. Dalam artian hanya ada satu kapal fiber yang mengangkut penumpang pergi-pulang dalam sehari. Entah mengapa, padahal dahulu masih ada dua kapal fiber yang melayani angkutan penumpang, bahkan pernah sampai tiga kapal yang beroperasi dalam sehari.

“kemana pak? Kami bisa antar bapak sampai depan rumah bapak?” tawaran seorang supir berbaju kaos oblong berwarna hitam bertulis Rip Curl. “Dekatji pak, sebelum kota Tanru Tedong” jawabku sambil lalu, karena desakan penumpang. Terasa sulit bernafas berada diantara kemrumunan itu, belum lagi para pengangkut barang yang menawarkan jasanya. Barulah teras lega setelah berjalan kaki sekitar 200 meter dari tempat bersandarnya kapal itu. Yah, salah satu kekurangan tingkat pelayanan pemerintah terutama dinas perhubungan terhadap kenyamanan konsumen/penumpang, kataku dalam hati.
Tidak lama akhirnya kami tiba di terminal pelabuhan, disana banyak mobil penumpang dan supir yang menawarkan, akhirnya saya menaiki kendaraan roda empat bermerk Kijang berwarna silver. Tak lama menunggu, sekitar 15 menit, bapak berkumis itu akhirnya tancap gas dan kami pun berangkat. Saya duduk di kursi paling belakang berempat dengan seorang bapak dengan anak kecilnya, sedang di tengah duduk bertiga dan paling depan di samping supir duduk satu orang.
“sesak lagi, kenapa ya di tengah tidak diisi full sedangkan kami berdesakan, paling belakang lagi” ujarku dalam hati. Yah, sabar...

Berjalan sekitar 15 menit, bapak berkumis itu (supir) singgah lagi mengambil seorang penumpang. Seorang ibu-ibu tujuan Anabanua (tetangga kampung saya) dipersilahkn duduk di kursi tengah. Tidak jauh dari situ, bapak berkumis itu singgah lagi, kali ini ada dua orang laki-laki. “disimpan dimana lagi ini?” tanyaku dalam hati sambil geleng-geleng kepala. Ternyata duduk di kursi bagian paling depan dekat supir, jadi ada tiga orang disana, dan yang satunya duduk pas di samping saya. So, kesimpulannya kami di belakang ada 5 orang, subhanallah.
Kebiasaan sebagian supir yang lebih mementingkan uang daripada keselamatan dan kenyamanan penumpang.  

Di sepanjang perjalanan saya asik berbincang dengan dua bapak yang ada di samping kanan dan kiri saya. Seakan perbincangan pakar politik di tv, topik pertama yang kami bahas adalah masalah Pilkada Kabupaten Wajo, sampai Pilkada tingkat Provinsi. Namun yang paling mendekati saat ini adalah pemilihan orang nomor satu di Sulawesi Selatan ini yang akan dilaksanakan bulan januari 2013 mendatang. Sudah ada dua calon yang akan memperubutkan kursi nomor satu itu, yakni pasangan Syahrul Yasin Limpo-Arifin Nu’man akan bersaing dengan pasangan Ilham Arif Sirajuddin-Aziz Kahar.
Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat ini masih menjabat sebagai gubernur SUL-SEL, sedangkan Ilham Arif Sirajuddin (IAS) menjabat sebagai walikota Makassar sampai periode 2014. Bapak yang di sebelah kanan saya memprediksi pasangan SYL bakal terpilih kembali menjadi gubernur sedangkan bapak yang di sebelah kiri saya memprediksi IAS bakal terpilih dengan selisih suara tidak akan jauh dari SYL. Sedangkan saya?? Cuma cengar-cengir kurang tau peta politik di sini, tapi sepertinya saya sepakat dengan bapak yang di sebelah kanan saya. Hehehe....
Tak lama, kami sudah menempuh kurang lebih hampir separuh perjalanan menuju kampung saya tercinta. Tanpa henti kali ini kami membahas topik yang lain, yakni masalah jalan. Bapak yang di sebelah kiri saya tampaknya sudah nyerah, kelihatannya bapak itu sudah ngantuk. Sambil memangku anak kecilnya yang kira-kira berumur 4 tahun, bapak itu menyandarkan badannya ke belakang dan sayapun mengerti dan maju dalam keadaan badan tegap, resiko bersempit-sempit. Tapi setidaknya saya bisa mengenal bapak itu dan “mencuri” beberapa ilmu ataupun pendapat-pendapat yang bisa saya jadikan pengalaman dari pengalaman dari cerita orang lain. Bapak itu adalah tukang kayu, sudah lama bapak itu bergelut dengan pembangunan rumah panggung dari kayu. Nampak bapak itu sudah sangat berpengalaman tentang masalah kayu, betapa tidak ketika kami melewati sebuah rumah yang sedang dibangun yang belum berinding, bapak itu bisa menaksir jenis kayu yang digunakan berdasarkan warna kayu dan sifat fisis kayu itu setelah kering nantinya, begitupula ketahanan kayu. Hebat juga bapak itu,...

Seakan mendengar dongeng dari kami berdua bapak itu dan anaknya tertidur, tampaknya mereka sangat kelelahan. Tinggal saya dengan bapak yang di sebelah kiri saya yang mempersoalkan kualitas jalanan yang selalu rusak dan diperbaiki yang hanya berselang kurang dari setahun. Bapak yang disamping saya sangat bersemangat membahas topik yang satu ini. Memang sepanjang jalanan kami melalui jalanan yang secara keseluruhan sekitar 40 persen mengalami kerusakan ringan dan berat. Akses jalan adalah komponen vital yang sangat dibutuhkan masyarakat terutama menjadi penghubung antar daerah, hal yang sangat dikeluhkan bapak itu. Terutama dengan keselamatan, karena tingkat kematian terbanyak adalah di jalanan, kata bapak itu.

Dari jalanan merambah ke dunia pertanian, kali ini membahas tentang perbandingan antara bersawah dengan berkebun. Benar-benar kami ini seperti pakar di salah satu tv swasta. Heheh.... Sekitar 15 menit membahas itu akhirnya kampung saya sudah dekat, kami sudah melewati pertamina di kampung saya, yang berarti sekitar 1,5 kilometer lagi sampai di rumah. Masih seperti yang dulu, kampung saya tak banyak berubah, hanya sedikit pelebaran jalan sehingga penebangan pohon di sepanjang jalan nampak jelas dan terang, selebihnya bangunan dan yang lain tak ada perubahan. Sawah kanan kiri masih tetap bertahan menyambut kami ketika memasuki areal dataran rendah hingga di sepanjang jalan menuju kabupaten Sidrap yang terkenal dengan Kota Berasnya hingga menuju kota Pare-Pare. Kebetulan desa saya masuk wilayah kabupaten Wajo yang berbatasan dengan kabupaten Sidrap yang memang pendapatan utamanya adalah bertani/bersawah. “Kiri pak supir” teriak kemenakan saya menyetop laju kendaraan kijang itu, sekitar 45 menit perjalanan, akhirnya kami sampai pas di depan rumah. Saya pun turun dan berpamitan dengan kedua bapak itu, yang menjadi teman becakap-cakap saya sepanjang perjalanan, kebetulan bapak yang satu itu sudah bangun juga. Pak supir pun turun dan menurunkan dua tas kami dari bagasi, sambil membuka isi dompet, uang berwarna biru satu lembar saya berikan ke bapak berkumis itu, “terimaksih pak” kataku. Dan akhirnya mereka melanjutkan perjalanannya menuju kota Pinrang.

Saya disambut hangat oleh kakak laki-laki saya, kami bersalaman dan berpelukan. Tampaknya daritadi ia menanti kedatangan kami di balai-balai di bawah rumah, kebetulan rumah kami di sini adalah rumah panggung. Saya pun meminta maaf karena tidak sempat pulang sewaktu lebaran idul fitri dan lebaran idul adha kemarin. Kami berbincang-bincang sejenak sesaat saya hendak ganti pakaian dan mandi, karena jam sudah menunjukkan pukul 17:30.
Setelah mandi saya istirahat dan kemudian makan, kebetulan kakak ipar saya sudah menyediakan makanan yang lezat... ada ayam goreng kesukaan saya dan beberapa potongan tempe dan sayur bening... wuiiih, kebetulan lapar sangat.... nyam..nyam... maknyusss... hehehe...
Akhirnya magrib pun tiba...

insyaAllah disambung lagi lain kali, lagi mau tidur di malam pertama di kampung... J
(Kampung, Rabu 7-11-2012 | 23:35 malam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...